Memo.co.id
Untuk menggelar hak angket dan hak interpelasi, unsur pimpinan DPRD Kabupaten Blitar bertolak ke Jember kemarin sore.
Pasalnya, DPRD Jember lah satu-satunya legislatif yang berhasil menjungkalkan atau memakzulkan bupatinya, melalui wewenang pengawasan dewan. Untuk itu, usulan gak angket dan interpelasi yang bergulir segera digelar DPRD Kabupaten Blitar.
Usulan hak angket dan hak interpelasi, adanya skandal sewa rumah dinas wakil bupati yang diduga fiktif. Meski kasusnya ditangani kejaksaan Blitar, dewan tetap melanjutkan usulan masyarakat tersebut.
Sedangkan hak interpelasi digulirkan adanya pembentukan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) kebijakan tersebut dianggap merugikan masyarakat.
Dikarenakan ada dugaan unsur KKN di tubuh TP2ID sendiri. Bukan rahasia umum, TP2ID yang didiuga intervensi jual-beli jabatan dan menentukan arah monopoli pengadaan barang dan jasa di Pemkab Blitar.
Tak pelak membuat kegaduhan di masyarakat Blitar. Hingga para pengusaha yang tergabung dalam Gapensi melakukan demo dan hearing di DPRD.
Meski keberadaan TP2ID meresahkan dan merugikab masyarakat, Bupati Blitar tetap mempertahankan. Meskipun unsur pergerakan masyarakat dan anggota dewan meminta dibubarkan. Karena sikap keras kepala bupati inilah, para pimpinan dewan melakukan study banding ke Jember untuk memanggil dan megadili bupati.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Mujib. ” Sore ini kami berangkat ke Jember, guna study banding mengenai hak angket dan interpelasi. Biar masyarakat ada kejelasan tentang polemik sewa rumh dinas dan pembetukan TP2ID tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mujib ini menyebutkan para anggota dewan melalui fraksi sepakat digelarnya hak angket dan interpelasi.
“Jangan diartikan digelarnya hak angket dan interpelasi untuk memakzulkan bupati, bukan. Kami nantinya memanggil bupati agar dijelaskan permasalahan yang membuat gaduh masyarakat blitar selama ini. Ini hak kami memanggil bupati dalam rangka fungsi pengawasan lembaga legislatif,” pungkasnya.
Sebagau informasi, masyarakat mempersoalkan kasus sewa rumah dinas (rumdin) wakil bupati (wabup) Blitar senilai Rp 490 juta, yang dibiayai oleh APBD tahun 2021-2022.
Sebelumnya juga terungkap rumah yang disewa tersebut merupakan rumah pribadi Rini Syarifah, dan tetap ia tinggali bersama keluarganya, meski anggaran sewa telah berjalan.
Dalam kasus ini, Rini Syarifah juga diduga melakukan praktik penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri sendiri atas jabatannya sebagai bupati. Kasus ini sendiri telah masuk tahap penyelidikan di Kejaksaan Negeri Blitar.
Kendati demikian, Bupati Blitar Rini Syarifah mengatakan soal sewa rumdin wakil bupati sudah sesuai aturan. Dia membenarkan rumdin yang disewa Pemkab Blitar adalah rumah pribadinya.
Rini Syarifah juga mengatakan, soal itu dirinya sudah ada kesepakatan dengan Rahmat Santoso selaku wabup. “Ada, ada kesepakatan (dengan Rahmat Santoso). Dan beliau sangat senang lho. Monggo dicek sama beliau,” jelas Rini. (Pra)