Blitar, Memo
Perjanjian kerja sama (PKS) antara Perum Perhutani KPH Blitar dengan masyarakat pengelola hutan yang dulu pernah terjalin, kini resmi tak berlaku lagi.
Hal ini ditegaskan oleh Administratur Perum Perhutani KPH Blitar Joko Siswantoro mengacu pada Surat Keputusan Hutan Kemasyarakatan (SK HKm) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) beberapa waktu lalu.
“Jadi PKS yang sudah dilaksanakan Perhutani, tentunya tidak akan dilanjutkan karena pemegang izinnya sudah lain. Setelah SK HKm kerja samanya bukan lagi dengan Perhutani, melainkan dengan investor dan pemegang izin,” kata Joko kepada wartawan, Rabu (11/12/2024).
Sampai hari ini, sudah ada 11 SK HKm yang dikeluarkan Kementrian LHK untuk wilayah Kabupaten Blitar. Luasan wilayahnya mencapai pun sekitar 4.000 hektare.
Keputusan ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan dibenak publik. Pasalnya, Perhutani KPH Blitar sebelumnya telah menggencarkan penandatanganan PKS dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) se-Kabupaten Blitar, soal pengelolaan hutan yang mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan.
Trobosan ini dilakukan pada era kepemimpinan Muklisin selaku Administratur Perhutani KPH Blitar yang lama, pada akhir 2023 lalu. Sayangnya, belum genap setahun, PKS tersebut kini sudah tak berarti lagi.
“Nanti kewenangan sepenuhnya ada di pemegang izin. Soal investor, itu seringnya berkaitan dengan modal. Misal di lokasi wisata, biasanya kelompok masyarakat tak punya biaya untuk mengembangkan wisata, maka diperlukan investor,” imbuh Joko.
Sejatinya, kelestarian hutan di Kabupaten Blitar akhir-akhir ini memang tengah menjadi sorotan. Apalagi memasuki musim penghujan dengan cuaca ekstrem, beberapa wilayah di Kabupaten Blitar sempat diterjang banjir dan tanah longsor.
Alih fungsi hutan menjadi sorotan utama, dimana banyaknya hutan di Kabupaten Blitar yang kini berubah menjadi ladang tebu.
Problematika ini lah yang menjadi alasan utama Perhutani KPH Blitar dulu pernah menyodorkan draft PKS kepada KTH dan LMDH se-Kabupaten Blitar. Semangatnya tentu pengembalian fungsi hutan, namun masyarakat tetap dapat mengambil manfaat ekonomi dari hutan itu sendiri.
Ironisnya, Joko mengatakan bahwa ladang-ladang tebu tersebut, kini sebagian besar masuk di wilayah HKm. Jadi, ke depannya pengelolaan hutan tersebut sepenuhnya diserahkan pada pemegang izin.
Banyak pihak menganggap kebijakan ini justru menjadi ancaman baru bagi kelestarian ekologi di Kabupaten Blitar. Kendati demikian, Joko menegaskan bahwa keputusan ini tak mengesampingkan prinsip-prinsip ekologi. **