Blitar, Memo.co.id
Keberadan Tim Percepatan dan Pembangunan Inovasi Daerah (TP2ID) di tubuh pemerintahan Kabupaten Blitar, terus mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Terbaru, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) mendesak DPRD Kabupaten Blitar untuk menggunakan hak angketnya, untuk menyelidiki pelaksanaan pemerintahan Bupati Blitar Rini Syarifah yang berjalan selama ini.
Bahkan, ada yang menyebut TP2ID dengan istilah ‘oligarki’, dimana manyarakat menilai yang menjadi penentu arah kebijakan daerah bukanlah bupati, melainkan TP2ID.
“Agar masalah oligarki tidak berlarut-larut, dalam hal ini TP2ID, legislatif hendaknya menggunakan hak angket yang selama ini seperti diabaikan,” ujar Pimpinan Cabang PPI Kabupaten Blitar Mujianto, Minggu (14/10/2023).
Pasalnya, selama ini masyarakat menanggap TP2ID menjadi biang kerok bobroknya pemerintahan Kabupaten Blitar. Mulai dari isu intervensi pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), hingga keberadaannya yang dinilai sarat akan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Inilah yang membuat keberadaan TP2ID ditolak, bahkan penolakannya sebagian besar berasal dari lingkup birokrasi Pemkab Blitar. Disampaikan sejumlah pejabat birokrasi, bahwa TP2ID merupakan sarang oligarki. Melalui TP2ID, oligarki mengendalikan Bupati Mak Rini.
Bahkan, mencuat isu adanya andil TP2ID dalam polemik sewa rumah dinas Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso.
Tentu berbagai pengakuan ini secara otomatis membantah ucapan Ketua TP2ID Sigit Purnomo Hadi yang sebelumnya menepis kabar adanya oligarki di pemerintahan Kabupaten Blitar.
Sejak menjabat hingga kini, seluruh kebijakan Bupati Blitar mulai atas hingga tingkat bawah, telah diintervensi.
Mulai urusan mutasi ASN (Aparatur sipil negara), menentukan kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah), hingga penataan anggaran di setiap OPD atau dinas di Kabupaten Blitar, diungkapkan sebagai hasil tekanan oligarki.
Yang belum lama terjadi, TP2ID memanggili pimpinan OPD untuk mengintervensi anggaran di dinas-dinas. Sepak terjang TP2ID dinilai sudah melebihi batas.
“Semua masalah yang muncul di Pemkab Blitar berpangkal dari TP2ID yang disinyalir sarang oligarki. Termasuk berlarut-larutnya pengisian jabatan eselon 3 yang kosong hingga saat ini,” ungkap Mujianto.
TP2ID merupakan lembaga pembantu bupati yang dibentuk seiring dengan dilantiknya Mak Rini sebagai bupati Blitar pada 21 Februari 2021. Penanggung jawab TP2ID diketahui adalah saudara kandung Bupati Mak Rini.
Kendati demikian, mengkaji ulang keberadaan TP2ID atau membubarkannya, kata Mujianto tidak serta merta menghentikan sepak terjang oligarki. Dengan berbagai cara mereka tetap bisa menyetir bupati.
Menurut Mujianto, DPRD Kabupaten Blitar harus berani menggunakan hak angket untuk menuntaskan masalah ini. Sebab adanya oligarki mempengaruhi kebijakan pemerintahan bupati Blitar yang berjalan selama ini.
Dampak dari oligarki juga memunculkan polemik soal sewa rumah dinas untuk Wabup Blitar Makde Rahmat. Rumah yang disewa dengan APBD ratusan juta setiap tahun itu diketahui ternyata rumah Bupati Blitar Mak Rini.
“Yang itu patut diduga karena dampak adanya oligarki politik. Demi Kabupaten Blitar lebih baik, termasuk mengembalikan wibawa birokrasi, DPRD harus berani memakai hak angket untuk mengusut tuntas masalah ini,” tegas Mujianto.
Sebelumnya, TP2ID telah dilaporkan salah satu warga blitar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan KKN. Pelapor mempermasalahkan kakak kandung bupati yang diangkat menjadi penanggung jawab TP2ID.
Tentu hal ini menjadi puncak kemarahan masyarakat Kabupaten Blitar dengan rekam jejak TP2ID selama ini. (Pra)